Fokuslah Pada Kehebatan Anak Bukan Kelemahannya
“BELAJAR SESUAI DENGAN KEHEBATAN ANAK”
Kisah
ajaib di siang suntuk saat jemput sekolah.
Azka, ”
Pa, tadi lomba renang. I get urutan ke 5!!!”
Me, ”
Woooow, I’m so proud of you. You are amazing!!!!”
Azka, ”
Yeaaaaaay”
Ibu-ibu
entah arisan di belakang, “Mas Ded, yang tanding kan per 6 orang. Masak anaknya
urutan ke 5 malah bangga. Anak saya aja urutan ke 3 saya bilang payah. Nanti
malas, Mas Ded.”
Me,
“Hahaha, iya yah. Wah, saya soalnya waktu kecil diajari ayah & ibu saya
kalau tujuan renang itu yah supaya gak tenggelam aja sih. Bukan supaya duluan
sampe tembok. Hehehe”
Ibu,
“Ah Mas Ded bisa aja. Jangan gitu mas ngajar anaknya. Bener deh nanti malas.”
Me,
“Hahah, Azka gak malas kok mbak. Tenang aja, kemarin mathnya juara 3, catur nya
lawan saya aja saya kalah sekarang. Eh, anu Mbak, saya juga gak masalah punya
anak malas di hal yang dia gak bisa atau gak suka. Yang penting dia usaha.
Daripada anak rajin tapi stress punya ibu yang stress juga marahi anaknya
karena cuma dapat juara 3 lomba renang.”
Ibu,
“Hehehe, Mas, saya jalan dulu yah.”
Me,
“Gak renang aja, Mbak?”
Senyap……
Ya, ini
kejadian benar dan tidak saya ubah-ubah.
Apa sih
yang sebenarnya terjadi secara gamblang?
Tahukah
si ibu kalau Azka luar biasa di catur nya?
(Penting?
NO!! Sama dengan Renang)
Atau
Azka juga mendalami bela diri yang cukup memukau dibanding anak seusianya.
Atau..
Azka.. Atau Azka…
Banyak
kelebihan Azka..
Sama
dengan kalian.
Banyak
kelebihan yang kalian punya. Artinya banyak kelemahan yang kalian punya juga.
Tapi,
apabila para orang tua memaksakan kalian sempurna di semua bidang dan
menerapkannya dengan paksaan, maka hanya akan terjadi 2 hal.
1. Si
anak stress dan membenci hal itu.
2. Si
anak sukses di hal itu dan membenci orang tuanya (Michael Jackson contohnya)
Yuk,
kita lihat apa yang baik di diri anak kita. (bila anda orang tua)
Yuk,
kita komunikasikan apa yang kita suka (bila kita anak tersebut)
Mengajari
dengan kekerasan tidak akan menghasilkan apapun. Memarahi anak karena pelajaran
adalah hal yang bodoh.
Saya
sampai sekarang masih bingung, mengapa naik kelas tidak naik adalah hal yang
menjadi momok bagi ortu (kecuali masalah finansial)
Siapa
sih yang menjamin naik kelas jadi sukses kelak?
Saya…
Saya 2
kali tidak naik kelas…
Yes, i
am. Proudly to say.
Ayah
saya ambil raport. Merah semua.
Dia
tertawa, “Kamu belajar sulap tiap hari, kan? Sampai gak belajar yang lain.”
Me,
“Iya, Pa.”
“Sulapnya
jago. Belajarnya naikin yuk.. Gak usah bagus. Yg penting 6 aja nilainya. Ok?
Pokoknya
kalau nilai nya kamu 6, Papa beliin alat sulap baru. Gimana?”
Wow… My
target is 6…..
Not 8..
Not 9…
NOT
10!!!!
It’s
easy….. Its helping… Its good communication between me and my father….
Its a
GOOD Deal…
Dan Ibu
saya? Mendukung hal itu.
Apa
yang mereka dapat saat ini?
Anaknya
yang nilainya tidak pernah lebih dr 6/7 tetap sekolah. Kuliah.
Jadi
dosen tamu .. Mengajar di beberapa kampus.
Oh..
Anaknya…
Become
one thing they never imagine…
World
Best Mentalist
Apa
yang terjadi kalau saat itu saya dihukum. Dimarahi. Dilarang lagi bermain
sulap?
Apa?
Maybe I be one of the people working on bus station.
(other
Bad… Not Great)
Yuk,
stop memarahi anak krn pelajarannya. Karena keunikannya.
Kita
cari apa yang mereka suka.
Kita
dukung.
U never
know what it will bring them in the future.
Might
indeed surprise you.
–Deddy
Corbuzier–